Kompetensi Komunikasi Guru Sekolah Menengah Umum Responsif Gender
Peneliti | Dr. Ernita Arif, SP, MSi |
Judul Penelitian | Kompetensi Komunikasi Guru Sekolah Menengah Umum Responsif Gender |
Tahun penelitian | 2018 |
Jenis Penelitian | Riset Murni |
Lokasi Penelitian | Sumatera Barat |
Status Penelitian | Dalam Proses |
Abstrak
Manusia dan pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan memiliki pengaruh yang dinamis. Pendidikan dapat dijadikan sebuah investasi yang akan meningkatkan kualitas manusia di masa depan. Secara lebih luas, pendidikan dapat diartikan sebagai jalan untuk mendapatkan keinginan dan kebutuhan akan sesuatu hal. Hal ini berkaitan dengan keberhasilan manusia dalam menjalani kehidupan. Dalam keseluruhan proses pendidikan komunikasi memainkan peran yang urgen. Bahkan sangat besar peranannya dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang bersangkutan. Didalam pelaksanaan pendidikan formal (pendidikan melalui sekolah), tampak jelas adanya peran komunikasi yang sangat menonjol. Proses belajar mengajar sebagian besar terjadi karena proses komunikasi, baik komunikasi yang berlangsung secara intra persona maupun secara antar persona. Dalam proses komunikasi peran guru sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Melalui kompetensi komunikasi yang responsif gender akan terwujudkan pendidikan yang berkualiatas dan berkeadilan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis bentuk komunikasi verbal dan nonverbal guru responsif gender; (2) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi komunikasi guru responsif gender. Penelitian didesain sebagai survai deskriptif korelasional. Penelitian dilakukan di Kota Padang dan Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat yang dilaksanakan dari Bulan Juli-September 2018. Populasi penelitian terdiri dari guru laki-laki dan perempuan yang mengajar di SMA Kota Padang dan Kabupaten Agam. Jumlah sampel sebanyak 100 orang guru di Kota Padang dan 100 orang di Kabupaten Agam dengan menggunakan rumus Taro Yamane. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuisioner, wawancara mendalam, dan pengamatan langsung. Analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dan statistik inferensial berupa uji koefisien kontingensi, uji rank Spearman dan uji beda (uji t). Proses analisis data menggunakan perangkat lunak SPSS versi 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk pengunaan kata negatif termasuk rendah sebesar 50% , sedang 48 % dan tinggi 2 %. Untuk penggunaan kata positif termasuk rendah sebesar 0% , sedang 33 % dan tinggi 67%. Kata-kata merendahkan termasuk rendah sebesar 4% , sedang 59 % dan tinggi 37 %. Intonasi termasuk rendah sebesar 0% , sedang 34 % dan tinggi 66%. Ekspresi wajah termasuk rendah sebesar 0 % , sedang 7 % dan tinggi 93 %. Kontak mata termasuk rendah sebesar 16% , sedang 37 % dan tinggi 47%. Kedekatan termasuk rendah sebesar 4% , sedang 35 % dan tinggi 61%. Waktu termasuk rendah sebesar 3% , sedang 26 % dan tinggi 71%. Dari indikator sub ordinasi termasuk rendah sebesar 0% , sedang 92 % dan tinggi 2%. Stereotipe ordinasi termasuk rendah sebesar 0% , sedang 7 % dan tinggi 93%. Artinya guru masih melakukan sub ordinasi dan memiliki stereotype terhadap murid laki-laki dan perempuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi komunikasi antara lain mengikuti pelatihan dan suasana kerja hal ini dari hasil korelasi antara mengikuti **. pelatihan dengan kompetensi komunikasi berkorelasi ,259 Untuk suasan kerja berkolerasi ** dengan kompetensi komunikasi sebesar ,492 . Artinya semakin tinggi guru mengikuti pelatihan komunikasi maka semakin tinggi kompetensi komunikasi guru responsive gender. Semakin baik suasana kerja maka semakin baik juga kompetensi komunikasi guru responsif gender. Untuk itu sebaiknya guru memperbanyak keterlibatan dalam proses belajar dalam hal ini mengikuti pelatihan-pelatihan terutama pelatihan komunikasi dan pelatiha gender. Sebaiknya guru berhati- hati dengan ucapan-ucapan yang bernada negatif seperti kata-kata yang merendahkan karena dapat melemahkan motivasi murid untuk maju dan berprestasi. Sebaiknya guru memperbanyak kata-kata yang positif kepada murid laki-laki maupun murid perempuan, karena hal ini akan menambah kepercayaan diri murid.