Detail Penelitian

MODEL PENYELESAIAN SENGKETA WAKAF TANAH ULAYAT DI SUMATERA BARAT DIKAITKAN DENGAN SISTEM HUKUM INDONESIA


by Admin | 1 hari yang lalu | 174 Dilihat | Kategori : Kesehatan

Detail Penelitian
Peneliti Prof.Dr.Yuliamirwati,SH,CH,MH
Judul Penelitian MODEL PENYELESAIAN SENGKETA WAKAF TANAH ULAYAT DI SUMATERA BARAT DIKAITKAN DENGAN SISTEM HUKUM INDONESIA
Tahun penelitian 2018
Jenis Penelitian Riset Murni
Lokasi Penelitian Sumatera Barat
Status Penelitian Dalam Proses

Abstrak


Indonesia adalah negara yang penduduknya mayoritas beragama agama Islam. Penganut agama Islam Indonesia lebih kurang 12,7 persen dari total Islam dunia. Pada tahun 2016 menurut Republika Nasional penduduk Indonesia yang beragama Islam sekitar 85 %. Luas tanah wakaf di Indonesia ternyata hampir lima kali lipat dari luas keseluruhan negara Singapura. Data yang terdapat pada Subdit Sistem Informasi Wakaf, Kementerian Agama menunjukkan bahwa pada tahun 2012, luas tanah wakaf 2 di Indonesia mencapai 3.492.045.373,754m , data tersebut merupakan hasil yang diperoleh dari proses pendataan tanah wakaf secara manual di seluruh Indonesia, yang dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat kecamatan oleh tenaga KUA, kemudian direkapitulasi pada tingkat Kabupaten/Kota oleh kantor Kementerian Agama, dan seterusnya hingga tingkat nasional. Tanah wakaf seluas itu tersebar di 420.003 lokasi di seluruh wilayah Indonesia. Di Sumatera Barat banyak tanah wakaf yang berasal dari tanah ulayat. Tetapi keberadaan tanah wakaf dari tanah ulayat sebagai objek wakaf tidak didukung oleh ketentuan yang mengatur tentang perwakafan. Begitupun jika terjadi sengketa tanah wakaf dari tanah ulayat, belum ada pengaturannya. Sementara Sumatera Barat sebagai pilar utama keberadaaan tanah ulayat yang eksistensinya diakui secara resmi dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dalam Pasal 3. Reformasi agraria Indonesia mempunyai ciri khusus “konsep hak” yang disebut dengan “ulayat”. Hal ini terlihat dari sejarah pembentukan UUPA, yang selalu memunculkan hak ulayat. Keberadaan hak ulayat sejalan dengan konsep hukum adat yang dijadikan landasan pembentukan UUPA (Pasal 5). Konsep hukum adat dan ulayat dalam UUPA menggambarkan nilai, norma, kepribadian bangsa Indonesia, yang bersifat komunal dan reliqius. Hal ini telah di absorsikan dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara diberi kewenangan tertinggi untuk mengatur agrarianya, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 jo Pasal 2 UUPA). Salah satunya ciri khas tersebut ditemui dalam wakaf tanah hak milik. Dalam pelaksanaan Wakaf disamping masyarakat kurang memahami ketentuan wakaf baik secara yuridis maupun secara administratif, juga ketentuan wakaf tanah ulayat tidak ditentukan. Hal ini dapat menjadi pemicu sengketa wakaf. Untuk itu tulisan ini memperlihatkan bahwa norma, nilai, kepentingan, kebutuhan, hubungan dan informasi termasuk struktur adalah beberapa faktor pemicu dari sengketa wakaf tanah ulayat. Model penyelesaian sengketa dilakukan dengan musyawarah adat, dalam penelitian ini diketahui 5 tahun terakhir tidak ada sengketa wakaf tanah ulayat yang diselesaikan di pengadilan agama Sumatera Barat. Bahkan ada penemuan baru bahwa dengan wakaflah tanah ulayat dapat dipindah tangannya secara abadi (tetap) dan permanen, karena prinsip adat tanah ulayat tidak bisa diperjual belikan, dan tidak bisa dipindah tangankan kecuali dengan wakaf atau pengembalian hak kepada Allah. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan secara dominan adalah “Metode Penelitian Yuridis Normatif yang dilakukan melalui penelitian kepustakaan , data yang dicari adalah data sekunder dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder, tersier. Dalam kaitannya dengan penelitian ini maka menggunakan semua publikasi hukum yang terkait dengan objek penelitian yang terdiri dari ketentuan-ketentuan, buku-buku teks, jurnal hukum, kamus hukum. Selain itu juga akan digunakan bahan-bahan non hukum sepanjang relevan dan mendukung hasil penelitian.Selanjutnya untuk melengkapi data sekunder maka diperlukan data tambahan yaitu “data primer” melalui penelitian kelapangan dengan mewawancarai responden yaitu wakif (yang berwakaf), nadzir, ppaiw dan nara sumber lainnya yang terkait dengan perwakafan ini. Instrumen yang digunakan adalah penafsiran dan konstruksi hukum. Data tambahan dari narasumber dikumpulkan dengan menggunakan pedoman wawancara tidakterstruktur

Link Terkait